Mutiara Kata Hari Ini
Boleh saja usaha membuat kita lelah, tapi jangan sampai hasil membuat kita lemah dan jemawa.
Jangan membatasi kemampuan sendiri, karena Alloh SWT takkan menguji melebihi kekuatan yang kita sanggupi.
Jika kelelahan dieja dengan bahasa, maka ia akan menjadi manja.
Tapi jika keringat kelelahan ini di usap, ia akan menjadi bangga yang tak terucap.
Paradoks Umat Islam Indonesia
Bismillahirrahmaanirrahim…
Ketika dunia mendengar nama Indonesia, maka yang terbesit dalam benak mereka adalah umat Islamnya. Benar, Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan ada satu hal lagi yang paling mengagumkan bagi penulis dari Indonesia, ialah bahwa pada tahun 1949 di Indonesia pernah ada proklamasi Daulah (Negara) Islam pertama setelah jatuhnya Kekhalifahan Islam terakhir di Turki tahun 1942. Meski akhirnya harus runtuh pula pada tahun 1962 oleh kepanjangan tangan kafir Belanda di negeri ini.
Namun kebanggaan itu kini seolah pupus oleh kenyataan akhlak masyarakat Muslim Indonesia yang semakin hari semakin memprihatinkan. Titel negeri Muslim terbesar di dunia tak mampu mengangkat kehormatan kaum Muslimin di Indonesia dan belahan dunia lainnya. Malah kualitas umat Islam Indonesia yang mayoritas ini bisa dikatakan kalah jauh oleh umat Islam yang menjadi minoritas di negara-negara lain. Berikut beberapa paradoks umat Islam Indonesia yang menjadi kenyataan pahit yang akan penulis utarakan dengan maksud untuk membuka mata kita semua bahwa keadaan kita di negeri ini kian memburuk. Read more…
Nasihatilah Manusia Walaupun Engkau Seorang Pendosa
Sa’id bin Jubair berkata: “Apabila seseorang tidak memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar, hingga ia menunggu dirinya bebas dari kesalahan, maka tidak akan ada seorangpun yang memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar”.
Imam Malik setelah mendengar perkataan Sa’id bin Jubair berkata: “Benar apa yang dikatakan Sa’id. Siapakah yang tidak memiliki sedikitpun dosa dalam dirinya?”.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah: “Berilah nasihat kepada sahabat-sahabatmu”. Mutharrif menjawab: “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku kerjakan”.
Al-Hasan berkata lagi: “Semoga Allah merahmati dirimu. Tidak ada seorangpun di antara kita yang melakukan semua yang diperintahkan Allah. Syaitan akan gembira apabila kita berfikir seperti itu sehingga tidak ada seorangpun yang memerintah kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari kemungkaran”.
Berkata Ibnu Hazm: “Apabila orang yang mencegah dari perbuatan keji mesti orang yang tidak memiliki kesalahan, dan orang yang memerintah kepada kebaikan mesti orang yang selalu mengerjakan kebajikan, maka tidak ada seorangpun yang mencegah dari yang mungkar dan tidak ada seorang pun yang mengajak kepada kebaikan setelah Nabi Muhammadsallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Semua nukilan diatas dapat ditemukan dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Quran: 1/367, al-Qurtubi).
Imam Nawawi berkata:
“Para ulama menyatakan bahawa tidak disyaratkan pada orang yang memerintah kepada kebaikan atau orang yang mencegah dari kemungkaran untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Tapi, ia mesti tetap mengajak kepada kebaikan walaupun ia memiliki kekurangan dalam hal yang ia ajak kepadanya, dan ia tetap mencegah kemungkaran walau ia terkadang mengerjakan apa yang ia cegah. Kerana sesungguhnya wajib pada dirinya dua perkara iaitu : mengajak dirinya sendiri ke arah kebaikan dan mencegah dari kemungkaran; dan mengajak orang lain ke arah kepada kebaikan dan mencegah mereka dari yang mungkar. Tidak boleh ia melalaikan salah satu dari dua perkara tersebut”. (Syarah Sahih Muslim: 2/23, An-Nawawi).
sumber : http://ibh3.wordpress.com
Titip Rindu Untuk Ayah
Sekotak dunia tak kau pedulikan.
Seluhur-luhurnya tauhid kau perjuangkan.
Ketidakrelaanmu akan kesyirikan yang membelenggu manusia kini telah kami artikan.
Kini hanya gembur tanah pekuburan memberi bukti,
serta bulir keringat yg melekat di dahi yg kulihat terlahir kali 20 Februari…….5 tahun silam
Bukan niyahah, tapi kebanggaan yang selalu merekah dalam kenangan serta peluh lelahnya yang harus dilanjutkan.
Titip rindu buat ayah. 🙂
Wed, Feb 20 2013 | 09:51 pm
Demokrasi Jalan Setan!
“Demokrasi : Sumber Kerusakan”
Oleh : Adi Victoria
Peneliti CIIA (The Community of Ideological Islamic Analisyst).
“Demokrasi salah satu jalan setan!” Ungkap Kyai Ahmad Zaenuddin Qh, Pimpinan Ponpes Al Husna Cikampek dalamTabligh Akbar: Demokrasi Biang Masalah, Khilafah Islam Solusinya, Ahad (27/1) di Masjid Besar Asy-Syuhada, Cikampek, Jawa Barat.
Asal Mula Ide Demokrasi, Buah Dari Aqidah Sekulerisme
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang dicetuskan di Athena pada abad ke-5 sebelum Masehi. Demos berarti rakyat, dan Cratos/Kratien/Kratia artinya kekuasaan/berkuasa/pemerintahan, sehingga demokrasi bisa diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Adapun aqidah sekulerisme lahir sesudah abad ke 14 masehi. Ada yang kemudian bertanya ketika melihat fakta tersebut “bukankah sangat tidak mungkin ibu (demokrasi) lahir dari anak (sekulerisme), Jika demikian, bagaimana menjelaskan bahwa demokrasi lahir dari aqidah sekulerisme?”
Memang benar Demokrasi itu lahir lebih awal, yaitu pada abad ke 5 SM. Sementara Sekulerisme lahir sesudah abad ke 14 M. Namun dalam sejarah, Demokrasi itu ternyata sudah masuk liang kubur, karena tidak bertahan lama setelah kelahirannya.
Ini dibuktikan bahwa setelah negara kota Athena, tidak ditemukan lagi satu negarapun yang menerapkan sistem ini. Sebagai gantinya, muncullah pemerintahan monarchi yang berkolaborasi dengan Gereja, yang disebut dengan Theokrasi atau yang juga disebut dengan negara agama.
Konsep theokrasi kemudian menimbulkan pergolakan karena adanya dua kubu, kubu pertama yaitu tunduk kepada dominasi gereja yang dipimpin oleh para bangsawan, sedangkan kubu kedua penolakan total terhadap gereja yakni Agama Katolik yang dimpin oleh para kaum borjouis dan filosof.
Ini terjadi karena selama dominasi gereja, telah 300 ribu ilmuan yang dibunuh, bahkan 32 ribu ilmuan dibakar hidup-hidup karena tidak sesuai dengan doktrin gereja. Read more…
Foto-foto Prosesi pemakaman Asy Syahid (Insha Alloh) Kholil alias Abu Kholid
Inilah mayat beliau yang penuh dengan tanda-tanda kesyahidan (Insya Alloh) setelah 1 bulan di simpan di RS POLRI yang akhirnya dikembalikan ke rumah keluarganya di desa Karangmulya, Kec. Padaherang, Ciamis.
Mengapa Kita Anti Demokrasi?
Ungkapan singkat Syaikh Musthafa Al-Adawi di salah satu acara televisi Mesir, menjelaskan mengapa umat Islam anti demokrasi.
Mengapa kita anti demokrasi?
Karena demokrasi menganut suara rakyat. Suara rakyat, itulah hukum yang berlaku. Bila rakyat menghendaki sesuatu, maka itulah hokum yang berlaku. Seperti banyak diterapkan di Negara-negara Eropa. Mereka bebas melegalkan pernikahan sesame lelaki. Bahkan di negeri muslim, seseorang berzina dengan istri orang lain tidak mendapatkan sanksi apa-apa selama suaminya rela. Segala sesuatu yang disetujui rakyat itulah hokum yang berlaku.
Demokrasi mengikuti hawa nafsu baik individu maupun bangsa, berarti menjadikannya sebagai agama. Tapi kita tidak mengetahui itu. Alloh berfirman :
“Jika kebenaran mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya rusaklah apa yang ada dilangit dan di bumi serta di antara keduanya” QS Al Mu’minun : 71
Demokrasi di Mesir misalnya, mereka mengikuti kepala Negara. Kita tidak merujuk kepada kepala Negara, tapi kita merujuk kepada Alloh SWT.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? QS Al Jaatsiyah : 23
http://www.an-najah.net/video/syaikh-musthafa-al-adawi-mengapa-kita-anti-demokrasi/
Mutiara Kata Hari ini
“Apa yang tak kita raih di dunia….berjuanglah untuk meraihnya di Akhirat.. ”
“Hidayah itu datang karena diupayakan, bukan dinanti sambil berangan-angan…”
“Orang yang paling cerdas adalah ia yang membeli dunia setinggi-tingginya lalu menjualnya kepada Alloh SWT dengan semurah-murahnya.”
“Manusia berlomba mempercantik, memperindah rupa dan rumahnya di dunia, tapi untuk rumah setelah kematiannya jangankan memperindah, membangunnya saja kita lupa.”
“Mencintai Qodarulloh
Rejeki, Jodoh dan Maut.
Kita cinta mencari rejeki
Kita cinta mencari jodoh
Lalu apakah kita mencintai kematian?
Sedangkan kehidupan yang sesungguhnya itu ada setelahnya.”
“Kecantikan/ketampanan bukanlah apa-apa tanpa ilmu yang mengantarkannya pada kedewasaan.
Kekayaan tak ada artinya tanpa hidayah yang mengantarkannya pada ketaatan.
Dan kita tak berguna tanpa ajaran yang mengantarkan pada pengesa-an Alloh SWT saja.”
“Jika tak berperan, lalu apa hak kita meminta imbalan?”
“Syariat tak bisa diperlunak hanya karena ada dominasi penikmat adat atau budaya.”
“Disakiti bukanlah apa-apa, kecuali kita terus-menerus mengingatnya.” -Dale Carnigie-
“Ketika orang mempersulit apa yang dimudahkan Allah, mereka akhirnya benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak menemukan jalan keluarnya. ” -Putra Raflesia-
“Ada banyak masalah yang menuntut kita untuk bekerja lebih keras. Jika hanya karena satu masalah saja kita sudah “merasa” lelah, lalu apa yang kita sisakan untuk menghadapi masalah lainnya?”
“Sebenarnya kita tidak pernah lelah menghadapi masalah, hanya saja nafsu yang selalu membuat kita kalah lalu berkata “sudah…aku lelah..aku menyerah”
“Memberitahukan kebaikan/faidah2 ibadah itu lebih baik daripada memberitahu manusia bahwa kita sedang melakukannya.”
“Orang yang menjadikan sifat malu sebagai pakaiannya, niscaya orang-orang tidak akan melihat aib dan cela pada dirinya.” (Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu)
“Jangan ada ikatan antara hati kita dengan harta” -Syaikh Muhammad Nuh, rhm-
“Kita lebih dibingungkan dengan tipisnya keuangan ketimbang tipisnya iman.”
“Setelah membuat perbaikan..berbuat baiklah..”
“Ujian bertubi-tubi, selayaknya membangun kesadaran yang lebih tinggi. Membuat perbaikan yang lebih baik.”
Demokrasi adalah Fitnah Duhaima?
Fitnah Kegelapan di Akhir Zaman
Oleh : Ustadz Abu Fatiah Al Adnani
Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius tentang akhir zaman adalah Fenomena Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dijanjikan oleh Rosululloh saw. Duhaima’ yang bermakna kelam atau gelap gulita merupakan fitnah terbesar yang akan dilalui dalam salah satu fase perjalanan umat Islam. Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika kami duduk-duduk di hadapan Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka, seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas ?’ Beliau menjawab :
هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي وَلَيْسَ مِنِّي وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً فَإِذَا قِيلَ انْقَضَتْ تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِنْ يَوْمِهِ أَوْ مِنْ غَدِهِ
‘Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya. Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari menjadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.1
Jika melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nash di atas, beliau mengungkapkan dengan kalimat ‘tsumma’ yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna “tartib” (kejadian yang berurutan). Read more…
comments